Mungkin umur bukan hanya berlaku pada sesuatu yang hidup, tapi semua hal yang dapat dihutung berapa lamanya suatu hal dapat bertahan sampai sekarang. Seperti halnya umur alam semesta, yang sudah sangat lama keberadaannya. Mungkin hanya orang tertentulah yang penasaran akan umur alam semesta.
Untuk mencari tahu jawaban berapa lama umur alam semesta ini sangatlah mudah. Cari di Google, nanti akan muncul jawabannya yaitu 13 miliar tahun lebih. Tapi, bagaimana angka tersebut di dapatkan? Apakah dukun yang menghitungnya? yang jelas, bukan dukun yang membaca mantra lalu langsung ketemu jawabannya. Para astronomlah yang menemukannya.
Cara Menghitung Umur Alam Semesta
Daftar Isi
Untuk menghitung berapa lama alam semesta ini astronom menggunakan tiga metodelogi yaitu dengan mengukur usia benda-benda langit seperti meteorit (Radiometrik), mengukur perkembangan alam semesta dari waktu ke waktu (Kosmologis), serta analisis ekspansi dari alam semesta.
1. Metode Radiometrik
Metode radiometrik digunakan untuk menentukan usia batuan dan benda-benda langit dengan mengukur peluruhan isotop radioaktif yang terkandung dalam benda tersebut. Peluruhan isotop radioaktif terjadi secara acak dan stabil, dan laju peluruhan tersebut dapat dihitung dan diketahui.
Metode radiometrik didasarkan pada fakta bahwa isotop dari unsur kimia tertentu memiliki waktu paruh, yaitu waktu yang diperlukan untuk separuh dari jumlah awal isotop tersebut meluruh menjadi isotop lain atau menjadi stabil. Waktu paruh berbeda-beda untuk setiap isotop, mulai dari beberapa detik hingga miliaran tahun.
Contoh pengukuran menggunakan metode radiometrik adalah dengan mengukur usia batuan. Ketika batuan terbentuk, isotop radioaktif tertentu terperangkap di dalamnya. Seiring waktu, isotop tersebut meluruh menjadi isotop lain atau menjadi stabil.
Dengan mengukur jumlah isotop radioaktif yang tersisa dan isotop hasil peluruhannya, serta mengetahui waktu paruh isotop radioaktif tersebut, maka para ilmuwan dapat menentukan usia batuan tersebut.
Metode radiometrik ini juga digunakan dalam penentuan usia fosil dan artefak arkeologi. Beberapa unsur radioaktif seperti karbon-14 dan uranium dapat digunakan untuk menentukan usia sampel organik dan non-organik.
Metode radiometrik adalah salah satu metode yang paling akurat untuk menentukan usia benda-benda langit dan benda-benda lainnya. Namun, untuk menggunakan metode ini, diperlukan sampel yang cukup besar dan terjaga dengan baik agar hasilnya akurat dan dapat diandalkan.
Beberapa benda-benda langit seperti meteorit telah ditemukan yang diyakini berasal dari awal pembentukan tata surya kita, dan dengan mengukur usia radiometrik mereka, para ilmuwan telah dapat menentukan bahwa tata surya kita berusia sekitar 4,6 miliar tahun.
Namun, metode tersebut bukan secara langsung dapat menentukan umur alam semesta. Ada beberapa teknik radiometrik yang digunakan oleh para ilmuwan untuk mengukur usia tata surya dan benda-benda langit lainnya, yang akhirnya dapat memberikan informasi tentang usia alam semesta secara tidak langsung. Beberapa teknik ini termasuk:
a. Radiometri Uranium-Lead
Metode ini melibatkan pengukuran tingkat peluruhan isotop uranium-238 menjadi isotop plumbum-206 di dalam batuan. Dengan mengukur rasio isotop ini, para ilmuwan dapat menghitung usia batuan tersebut dan mempelajari proses geologis di bumi dan di luar bumi.
b. Radiometri Potassium-Argon
Metode ini melibatkan pengukuran tingkat peluruhan isotop kalium-40 menjadi isotop argon-40 di dalam batuan vulkanik. Dengan mengukur rasio isotop ini, para ilmuwan dapat menghitung usia batuan vulkanik dan mempelajari sejarah aktivitas vulkanik di bumi dan di luar bumi.
c. Radiometri Rubidium-Strontium
Metode ini melibatkan pengukuran tingkat peluruhan isotop rubidium-87 menjadi isotop strontium-87 di dalam batuan. Dengan mengukur rasio isotop ini, para ilmuwan dapat menghitung usia batuan dan mempelajari sejarah geologi bumi dan di luar bumi.
Meskipun metode radiometrik ini tidak secara langsung digunakan untuk mengukur usia alam semesta, namun informasi yang diperoleh dari pengukuran ini dapat membantu para ilmuwan memahami proses geologis dan evolusi benda-benda langit, sehingga pada akhirnya dapat memberikan informasi tentang usia alam semesta.
2. Metode Kosmologis
Metode kosmologis adalah cara ilmiah untuk mempelajari perkembangan alam semesta secara keseluruhan dan asal usulnya. Metode ini melibatkan pengamatan dan pengukuran fenomena alam semesta, seperti gerakan galaksi, distribusi materi, radiasi latar belakang kosmik, dan sebagainya.
Metode kosmologis juga melibatkan pengembangan model matematika dan teori fisika untuk memahami bagaimana alam semesta berevolusi dari awal terbentuknya. Teori-teori fisika seperti relativitas umum dan fisika partikel digunakan untuk menjelaskan fenomena yang diamati dan memberikan prediksi tentang sifat alam semesta pada waktu yang berbeda dalam sejarahnya.
Beberapa teknik pengamatan yang digunakan dalam metode kosmologis yang digunakan untuk mengukur alam semesta antara lain :
a. Redshift dan Hubble Law
Perkembangan alam semesta dapat diamati melalui redshift, yaitu pergeseran ke arah spektrum gelombang merah pada cahaya yang diterima dari benda-benda langit seperti galaksi. Redshift dapat digunakan untuk mengukur kecepatan dan jarak benda langit tersebut.
Hukum Hubble menyatakan bahwa kecepatan ekspansi alam semesta sebanding dengan jarak benda langit tersebut. Oleh karena itu, pengukuran redshift dapat digunakan untuk mengukur kecepatan ekspansi alam semesta dan dari situ dapat ditentukan umur alam semesta.
b. Nukleosintesis Big Bang
Nukleosintesis Big Bang adalah pembentukan unsur-unsur ringan seperti hidrogen, helium, dan lithium dalam jumlah yang sangat besar selama detik-detik awal alam semesta. Tingkat nukleosintesis ini dapat dihitung dengan mengamati rasio unsur-unsur ini dalam bintang-bintang tertentu. Dari sini, dapat ditentukan umur alam semesta dan perkiraan jumlah materi awal dalam alam semesta.
c. Latar Belakang Radiasi Mikro Gelombang
Latar belakang radiasi mikro gelombang adalah radiasi elektromagnetik yang dilepaskan selama detik-detik awal alam semesta. Radiasi ini tersebar di seluruh alam semesta dan dapat diamati di seluruh langit. Suhu dan kepadatan radiasi ini dapat digunakan untuk menghitung umur alam semesta dan untuk mendukung model kosmologis yang ada.
d. Pengukuran Densitas Materi
Pengukuran densitas materi di alam semesta dapat dilakukan melalui pengamatan struktur kosmik seperti kumpulan galaksi dan nebula. Perbandingan antara massa dan cahaya dari objek-objek ini dapat digunakan untuk mengukur densitas materi di alam semesta. Dari sini, dapat ditentukan umur alam semesta dan seberapa cepat alam semesta sedang berkembang.
Metode kosmologis tersebut merupakan teknik pengamatan yang kompleks dan membutuhkan data yang akurat dan detil. Oleh karena itu, para ilmuwan terus berusaha untuk meningkatkan teknik ini agar dapat menghasilkan perkiraan umur alam semesta yang lebih akurat.
Metode kosmologis terus berkembang seiring dengan penemuan baru dan teknologi yang semakin maju, memungkinkan ilmuwan untuk mempelajari alam semesta dengan lebih detail dan presisi.
3. Analis Ekspansi Alam Semesta
Ekspansi alam semesta adalah fenomena di mana ruang antara objek-objek kosmik seperti galaksi, bintang, dan planet semakin bertambah besar. Fenomena ini pertama kali diamati oleh Edwin Hubble pada tahun 1920-an dan sejak itu telah diamati oleh para astronom melalui berbagai teknik pengamatan.
Teori ekspansi alam semesta didasarkan pada hukum Hubble, yang menyatakan bahwa kecepatan menjauh dari suatu benda kosmik (seperti galaksi) secara proporsional terhadap jaraknya dari pengamat. Dalam konteks ekspansi alam semesta, ini berarti bahwa semakin jauh galaksi dari Bumi, semakin cepat mereka menjauh dari Bumi.
Laju ekspansi tersebut berkaitan dengan Konstanta Hubble yangmenggambarkan kecepatan di mana jarak antara dua benda langit di alam semesta itu yang saling menjauh dan meningkat.
Secara matematis, konstanta Hubble didefinisikan sebagai rasio antara kecepatan ekspansi alam semesta dan jarak antara dua benda langit yang saling menjauh, dan dinyatakan dalam satuan km/s/Mpc (kilometer per detik per megaparsec). Dengan kata lain, konstanta Hubble mengukur seberapa cepat alam semesta sedang memperbesar jarak antara dua benda langit yang saling menjauh satu sama lain.
Perkiraan nilai konstanta Hubble saat ini adalah sekitar 70 km/s/Mpc. Artinya, jarak antara dua benda langit yang saling menjauh satu megaparsec (sekitar 3,26 juta tahun cahaya) akan meningkat sebesar 70 kilometer per detik.
Berdasarkan pengamatan ini, para ilmuwan menyimpulkan bahwa alam semesta sedang mengalami ekspansi. Konsekuensinya, jika kita melacak kembali waktu ke belakang, maka alam semesta akan semakin padat dan panas. Seiring berjalannya waktu, suhu dan kepadatan alam semesta akan terus meningkat sampai titik di mana tidak ada materi yang dapat bertahan sebagai benda padat.
Teori tersebut dikenal sebagai Teori Big Bang, yang menyatakan bahwa alam semesta terbentuk dari suatu ledakan besar sekitar 13,8 miliar tahun yang lalu. Ekspansi alam semesta ini terus berlangsung hingga saat ini, dan para astronom menggunakan teknik pengamatan dan analisis untuk memahami sifat dan evolusi alam semesta.
Kesimpulan
Secara umum, ketiga metode tersebut dapat saling melengkapi untuk menghasilkan nilai yang lebih akurat untuk usia alam semesta. Berdasarkan pengukuran dan analisis yang dilakukan, umur alam semesta saat ini diperkirakan berkisar antara 13,7 miliar tahun hingga 14 miliar tahun.
Ilmuwan juga pernah memperkirakan bahwa umur alam semesta hanya berumur 2 miliar tahun. Ada juga yang mengatakan 7 miliar tahun hingga 20 miliar tahun. Tapi walaupun banyak anggapan tentang berapa banya usia alam semesta. Hal ini membuat Sains semakin indah untuk dipelajari.
Sains bisa salah, dan ilmuwan tidak akan berhenti mencari nilai yang lebih akuran dan itulah intinya. Tapi disaat usia alam semesta dapat terlihat pasti, akan muncul pertanyaan baru. Mungkinkah kita bisa tahu sisa umur alam semesta?.
sumber gambar: istock